Senin, 02 September 2013

Prahara Negara Hukum



Hukum. Satu kata kunci yang penuh dengan substansi dan fungsi. Di dalam hukum terdapat sejumlah aturan yang mengikat bagi masyarakat dan ada kepastian yang bisa menciptakan keteraturan, sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. Tujuannya adalah menegakkan keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Indonesia kerap disebut sebagai negara hukum. Hal ini tak lain karena Indonesia sudah mempunyai sejumlah produk perundang-rundangan yang berlaku sebagai hukum bagi semua warga masyarakat secara setara dan tanpa membedaka-bedakan, agama, ras, budaya, kelas sosial, pangkat dan seterusnya. Semua produk perundang-undangan yang ada mengacu kepada konstitusi negara sebagai nilai puncak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai negara hukum, Indonesia sejatinya mempunyai kepastian aturan main yang harus ditaati dan diberlakukan secara setara kepada semua pihak. Dengan adanya kepastian aturan main, sejatinya kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berjalan secara lebih teratur: siapa mendapatkan apa gara-gara berbuat apa. Dan semua itu memuncak pada tegaknya pilar-pilar keadilan dalam hamparan luas kehidupan masyarakat, mulai dari perkotaan hingga pelosok desa di pedalaman.

Sebagai negara hukum, para elite dan pemimpin bangsa sejatinya menjadi teladan bagi masyarakat luas dalam menjalani kehidupan yang berkesadaran hukum, sesuai dengan aturan hukum yang ada. Sebagai negara hukum, para penegak hukum sejatinya menjadi “abdi hukum” yang sepenuhnya mengikuti semua ketentuan dari hukum sebagai “bos besarnya”. Sebagai negara hukum, para ahli hukum (para pengacara, dosen hingga para pengamat) sejatinya dapat mempermudah penerapan hukum sesuai dengan semangat keadilan, bukan justru mempersulit sebagai akibat dari benturan kepentingan masing-masing yang berbeda.

Indonesia adalah negara hukum, tapi ini adalah negara hukum yang paling aneh. Karena para pemimpin dan elite bangsa yang sejatinya menjadi teladan penegakan hukum justru kerap terlibat dalam pelbagai macam pelanggaran hukum seperti korupsi. Bahkan di antara lembaga-lembaga penegak hukum kerap kali terjadi benturan dan gesekan atas nama hukum. Lebih aneh lagi, para pakar hukum yang sejatinya memberikan penjelasan yang cukup tentang hukum justru kerap terjebak dalam debat kusir dengan semangat “kepakaran yang sempurna”.

Tak heran bila penegakan hukum di Indonesia masih sangat jauh dari nilai-nilai keadilan yang tak lain adalah gusti norma hukum. Dalam bahasa sederhana, hukum di Indonesia kerap hanya tajam ke bawah menusuk orang-orang lemah-dilemahkan dan miskin-dimiskinkan. Ada pun ke atas hukum yang ada kerap tumpul terganjal jabatan, jaringan kuasa bahkan materi yang bertumpuk-tumpuk.

Tak heran pula bila penegakan hukum di Indonesia bukan justru memberikan kepastian hukum bagi semua pihak; siapa melakukan apa dan akan dapat hukuman apa. Tapi penegakan hukum di Indonesia justru kerap memberikan ketidakpastian; siapa melakukan apa dan belum tentu mendapatkan hukuman tertentu.

Sejatinya penegakan hukum dibarengi dengan upaya menumbuhkan kesadaran berhukum. Hingga tidak terjadi lagi prahara hukum atas nama hukum. Karena walau bagaimanapun, hukum hanyalah sejumlah ketentuan norma yang mati di atas kertas. Sedangkan kesadaran berhukum merupakan ketentuan norma tak tertulis yang senantiasa hidup di dalam sanubari. Hanya dengan bersama kesadaran berhukum, ketentuan hukum yang ada akan bergerak menuju puncak keadilan. Bukan justru mengabaikannya.


Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar