Hukum. Satu kata kunci yang penuh dengan
substansi dan fungsi. Di dalam hukum terdapat sejumlah aturan yang
mengikat bagi masyarakat dan ada kepastian yang bisa menciptakan
keteraturan, sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. Tujuannya
adalah menegakkan keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Indonesia kerap disebut sebagai negara
hukum. Hal ini tak lain karena Indonesia sudah mempunyai sejumlah produk
perundang-rundangan yang berlaku sebagai hukum bagi semua warga
masyarakat secara setara dan tanpa membedaka-bedakan, agama, ras,
budaya, kelas sosial, pangkat dan seterusnya. Semua produk
perundang-undangan yang ada mengacu kepada konstitusi negara sebagai
nilai puncak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai negara hukum, Indonesia sejatinya
mempunyai kepastian aturan main yang harus ditaati dan diberlakukan
secara setara kepada semua pihak. Dengan adanya kepastian aturan main,
sejatinya kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berjalan secara lebih
teratur: siapa mendapatkan apa gara-gara berbuat apa. Dan semua itu
memuncak pada tegaknya pilar-pilar keadilan dalam hamparan luas
kehidupan masyarakat, mulai dari perkotaan hingga pelosok desa di
pedalaman.
Sebagai negara hukum, para elite dan
pemimpin bangsa sejatinya menjadi teladan bagi masyarakat luas dalam
menjalani kehidupan yang berkesadaran hukum, sesuai dengan aturan hukum
yang ada. Sebagai negara hukum, para penegak hukum sejatinya menjadi
“abdi hukum” yang sepenuhnya mengikuti semua ketentuan dari hukum
sebagai “bos besarnya”. Sebagai negara hukum, para ahli hukum (para
pengacara, dosen hingga para pengamat) sejatinya dapat mempermudah
penerapan hukum sesuai dengan semangat keadilan, bukan justru
mempersulit sebagai akibat dari benturan kepentingan masing-masing yang
berbeda.
Indonesia adalah negara hukum, tapi ini
adalah negara hukum yang paling aneh. Karena para pemimpin dan elite
bangsa yang sejatinya menjadi teladan penegakan hukum justru kerap
terlibat dalam pelbagai macam pelanggaran hukum seperti korupsi. Bahkan
di antara lembaga-lembaga penegak hukum kerap kali terjadi benturan dan
gesekan atas nama hukum. Lebih aneh lagi, para pakar hukum yang
sejatinya memberikan penjelasan yang cukup tentang hukum justru kerap
terjebak dalam debat kusir dengan semangat “kepakaran yang sempurna”.
Tak heran bila penegakan hukum di
Indonesia masih sangat jauh dari nilai-nilai keadilan yang tak lain
adalah gusti norma hukum. Dalam bahasa sederhana, hukum di Indonesia
kerap hanya tajam ke bawah menusuk orang-orang lemah-dilemahkan dan
miskin-dimiskinkan. Ada pun ke atas hukum yang ada kerap tumpul
terganjal jabatan, jaringan kuasa bahkan materi yang bertumpuk-tumpuk.
Tak heran pula bila penegakan hukum di
Indonesia bukan justru memberikan kepastian hukum bagi semua pihak;
siapa melakukan apa dan akan dapat hukuman apa. Tapi penegakan hukum di
Indonesia justru kerap memberikan ketidakpastian; siapa melakukan apa
dan belum tentu mendapatkan hukuman tertentu.
Sejatinya penegakan hukum dibarengi
dengan upaya menumbuhkan kesadaran berhukum. Hingga tidak terjadi lagi
prahara hukum atas nama hukum. Karena walau bagaimanapun, hukum hanyalah
sejumlah ketentuan norma yang mati di atas kertas. Sedangkan kesadaran
berhukum merupakan ketentuan norma tak tertulis yang senantiasa hidup di
dalam sanubari. Hanya dengan bersama kesadaran berhukum, ketentuan
hukum yang ada akan bergerak menuju puncak keadilan. Bukan justru
mengabaikannya.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar