Minggu, 05 Mei 2013

Memaknai Sepinya Diskursus Keislaman

 
Ada apa di balik turunnya minat ilmu keislaman, khususnya di kalangan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)? Apa arti dari merosotnya peminat jurusan ilmu keislaman dalam beberapa waktu terakhir? Apakah semua ini berhubungan dengan kondisi diskursus keislaman yang belakangan semakin lenyap dari ruang publik?
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secara bersamsa-sama. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita memperhatikan beberapa fenomena mutakhir yang berkembang di masyarakat, baik fenomena yang bersifat keagamaan, sosial, politik, dan yang lainnya.

Dari segi keagamaan, gairah keagamaan masyarakat justru tampak tak pernah padam. Setidaknya bila hal ini dilihat dari maraknya buku-buku keislaman “praktis” yang memenuhi sejumlah toko buku di kota-kota besar, khususnya pada momentum menjelang bulan Ramadhan seperti sekarang. Begitu juga dengan acara keagamaan di sejumlah media yang menampilan “aneka macam” ustaz. Bahkan di sejumlah perguruan tinggi umum, minat keislaman juga kerap mengalami peningkatan yang ditandai dengan menjamurnya pelbagai macam gerakan keislaman.

Sementara di ranah sosial, fenomena aksi kekerasan semakin latin terjadi. Baik kekerasan yang bersifat sosial murni, kekerasan yang bernuansa keagamaan hingga kekerasan teroristik. Senada dengan ini, ada kecenderungan pengelompokan atau pengorganisasian masyarakat sebagai basis kekuatan yang tidak jarang justru dijadikan kendaraan untuk melakukan aksi kekerasan. Semua ini semakin meminggirkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong dan toleransi yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia dalam jangka waktu berabad-abad lamanya.

Hal yang jauh lebih memilukan justru kerap ditemukan di pentas perpolitikan nasional. Para politisi yang berada di bawah naungan partai masing-masing justru kerap tampak mengedepankan kepentingan kelompoknya dibanding kepentingan masyarakat luas. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, politisi semakin identik dengan perbuatan tindak pidana korupsi yang belakangan sebagian dari mereka diduga terlibat dalam persoalan korupsi Al-Quran.

Di sini kita bisa melakukan pemaknaan yang lebih komprehensif terhadap fenomena menurunnya diskursus keislaman mutakhir, tak hanya di perguruan tinggi tapi juga di ruang publik yang lain seperti media. Salah satu makna dari fenomena ini adalah menurunnya semangat untuk mengkaji ilmu keislaman secara menyeluruh, sesuai dengan tangga-tangga akademik yang harus dilalui. Kajian serius atas ilmu keislaman tentu sangat melelahkan karena mengharuskan penguasaan sejumlah disiplin ilmu terkait. Sementara hasil yang didapat dari kajian melelahkan ini kerap tidak berimbang, khususnya bila dilihat dari segi materi.

Dalam konteks seperti ini, munculah fenomena “ustaz potong kompas”. Di satu sisi, mereka tidak mau ruwet mempelajari dan menguasai sejumlah disiplin ilmu keislaman yang ada. Di sisi lain, mereka mendambakan hasil yang melimpah, khususnya dari segi materi.

Lebih ekstrem lagi, semua kondisi di atas memunculkan keengganan yang akut di sebagian generasi muda Islam untuk mengambil jurusan keislaman. Hingga dari tahun ke tahun, jurusan ilmu keislaman semakin sepi peminat. Secara singkat dan vulgar dapat dikatakan, mohon maaf, jurusan ilmu keislaman tidak diminati karena dianggap tidak mempunyai masa depan.

Ini adalah persoalan yang sangat serius dan harus dihadapi secara bersama-sama, khususnya oleh pemerintah dan pemangku kebijakan. Para sarjana jurusan ilmu keislaman harus ditopang oleh program-program ekstra kampus yang mengarah pada pemandirian ekonomi. Hal ini penting dilakukan karena apa pun, apalagi dakwah, membutuhkan basis ekonomi yang kuat.

Dengan demikian, sarjana di bidang ilmu keislaman bisa menjadi tokoh agama yang sejati dan tulus mengabdi kepada umat dengan mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang jauh dari aksi kekerasan. Mereka tidak perlau was-was dengan kebutuhan ekonominya. Dan itulah hakikat dakwah yang diteladankan oleh para Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW.

Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (Qs. Yasin: 21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar