مِنْ أَجْلِ
ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا
بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ
جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا
مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ (المائدة: 32).
“Oleh karena itu Kami tetapkan
(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di
antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan di muka bumi (QS. Al-Maidah: 32).
Inilah salah satu ayat dalam Alquran
yang sangat tegas melarang pelbagai macam bentuk aksi kekerasan,
khsususnya aksi kekerasan dalam bentuk aksi terorisme yang kerap memakan
korban dari orang-orang yang tidak bersalah. Bahkan tak sedikit umat
Islam yang juga menjadi korban aksi berdarah tersebut.
Dalam kitab tafsir Mafatihul Ghayib, Imam
Ar-Razi memberikan penafsiran menarik terhadap ayat di atas. Menurut
beliau, orang yang melakukan pembunuhan sesungguhnya telah dikuasai oleh
hawa nafsu dan amarah hingga potensi kesalahan atau ketaatan yang ada
dalam dirinya raib dan digantikan oleh hawa nafsu.
Oleh karenanya, masih menurut Ar-Razi,
orang yang membunuh satu orang sesungguhnya ia juga mempunyai potensi
untuk membunuh semua orang. Pun demikian sebaliknya, orang yang bisa
menjaga kehidupan satu orang juga mempunyai kemampuan untuk menjaga
kehidupan semua orang. Hal ini tak lain karena seluruh manusia secara
esensi hakikatnya adalah satu dan sama.
Sebagaimana disampaikan, ajaran yang
terkandung dalam ayat Alquran di atas telah diturunkan kepada Bani
Israil melalui Nabi utusan Allah kepada mereka, yaitu Nabi Musa AS.
Ajaran tersebut juga harus dilakukan oleh umat Islam. Karena sesuai
dengan kaidah ushul fikih yang disepakati oleh ulama, syariatu man qablana syar’un lana (sebagian dari syariat umat terdahulu menjadi syariat bagi kita).
***
Hari ini, 12 Oktober 2012, genap 10
tahun dari serangan teroris paling akbar yang terjadi di Indonesia,
yaitu Bom Bali I yang memakan korban jiwa sebanyak 202 dan korban luka
209, termasuk di antara korbannya adalah umat Islam sendiri. Aparat
keamanan dan pihak-pihak terkait lain dapat dikatakan cukup berhasil
dalam upaya pemberantasan jaringan terorime. Hal ini mengacu kepada
keberhasilan dalam meringkus, menangkap dan membawa para teroris di
Indonesia ke meja pengadilan—termasuk para pelaku Bom Bali I—. Bahkan
tokoh-tokoh utama kelompok teroris di Indonesia, seperti Azhari, Noordin
M Top dan Dulmatin, pun berhasil dilumpuhkan.
Apakah ini berarti Indonesia aman dari
ancaman terorisme? Tentu saja jawabannya tidak. Terorisme masih jauh
dari kata selesai, baik dalam konteks nasional maupun dalam konteks
global. Penangkapan sejumlah orang di Solo dan sekitarnya menjadi salah
bukti terkini sengitnya perang melawan terorisme. Bahkan terorisme mulai
melibatkan anak-anak muda yang masih berusia belasan tahun. (Kompas, 25/09).
Kini terorisme justru menjadi ancaman
yang lebih serius bagi bangsa Indonesia. Aksi terorisme mengalami
perubahan yang sangat fundamental. Khususnya pascameninggalnya
tokoh-tokoh utama terorisme. Terorisme bergerak seperti sel, dalam suatu
jaringan tanpa adanya ikatan rantai komando yang tegas.
***
Di sinilah pentingnya kembali kepada
khazanah keislaman dalam upaya melawan kejahatan jaringan terorisme.
Islam anti terhadap terorisme dalam bentuk apapun karena Islam sangat
memerhatikan perdamaian, bukan menganjurkan pada kekerasan seperti yang
dilakukan para teroris.
Secara kebahasaan, Islam mengandung makna as-salamatu wa as-salam yang bermakna keselamatan dan perdamaian. Hal ini bisa dijadikan sebagai dilalah (petunjuk) bahwa keselamatan dan perdamaian merupakan salah satu visi utama dari ajaran Islam di muka bumi.
Allah berfirman dalam Alquran,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107).
Dan tidak Aku utus engkau (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.
Para ulama menjadikan ayat di atas
sebagai landasan untuk mengukuhkan pesan universal yang dibawa oleh
Islam mengingat ayat di atas menggunakan istilah lil ‘alamin (alam semesta), bukan lil muslimin (orang-orang Islam) atau lil mu`minin (orang-orang beriman).
Dengan demikian, kerahmatan Islam ditujukan kepada seluruh makhluk di
dunia, mulai dari manusia yang berakal budi hingga benda-benda mati
sekalipun. Karena semua makhluk yang ada merupakan bagian dari alam
semesta ini.
Pun demikian, Islam juga mengajarkan
pentingnya menjaga kehidupan, bukan mengakhiri kehidupan—seperti
dilakukan oleh mereka yang melakukan bom bunuh diri—.
Dalam pandangan Islam, kehidupan adalah anugerah Allah SWT yang
diberikan kepada semua makhluk yang bernyawa di mana anugerah ini tak
dapat ditiru atau diakhiri oleh siapa pun selain Allah. Itu sebabnya
Islam melarang keras perbuatan bunuh diri atas nama apapun karena
melakukan bunuh diri sama dengan menyia-nyiakan anugerah kehidupan dari
Allah.
Begitu juga, Islam sangat menekankan akan pentingnya kepatuhan kepada Allah, Rasul dan negara (athi’ullah, wa athi’urasula wa ulil amri minkum, QS.
An-Nisa’: 59), bukan justru memusuhi negara seperti yang dilakukan oleh
para teroris. Dan inilah yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
komunitas Madinah dengan membentuk perjanjian bersama seluruh penduduk
kota. Di kalangan para ahli, perjanjian ini dikenal dengan istilah
Piagam Madinah (Miytsaqul Madinah) yang menjadi rujukan Nabi
dan penduduk Madinah dalam kehidupan bernegara, sebagaimana Alquran
menjadi rujukan umat Islam dalam kehidupan keagamaan.
Sejumlah ajaran yang dibawa oleh Islam
tak dapat dilepaskan dari nilai-nilai sebagaimana telah disebutkan di
atas, baik ajaran yang bersifat ibadah-ritual seperti shalat dan puasa,
akhlak-sosial seperti mengabdi kepada orang tua, guru dan negara atau
bahkan hal-hal yang bersifat keimanan seperti beriman kepada Allah, para
Nabi, dan kitab-kitab suci Allah. Ajaran-ajaran tersebut dimaksudkan
agar dilakukan oleh umat Islam selama hidupnya, dalam kehidupan
bernegara yang aman, damai dan tenteram.
Inilah kurang lebih substansi dari Doa Sapu Jagad yang diabadikan dalam Alquran, rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah (Tuhan,
berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). Doa ini
menekankan secara eksplisit akan pentingnya keseimbangan antara
kehidupan di dunia dan di akhirat, bukan justru mengorbankan salah satu
dari keduanya; mengabaikan kehidupan dunia demi akhirat atau sebaliknya,
mengabaikan kehidupan akhirat demi kehidupan dunia.
Para teroris bagaikan telah membunuh
seluruh umat mansia. Mengingat mereka telah membunuh orang-orang yang
tidak bersalah sebagai akibat dari aksi teror yang mereka lakukan.
Apalagi para teroris juga telah menciptakan kerusakan di muka bumi (fasadan fil ardh) melalui rakitan bom (apalagi bom bunuh diri) yang menghancurkan segala yang ada di dekatnya.
Oleh karenanya, semua kita, khususnya
umat Islam berkewajiban untuk menghindari kejahatan seperti yang
dilakukan oleh para teroris dan dikecam oleh ayat Alquran di atas (QS.
Al-Maidah: 32). Sebaliknya, kita semua harus mengamalkan apa yang
ditekankan oleh bagian terakhir dari ayat di atas, yaitu menjaga
kehidupan ini, karena menjaga kehidupan satu manusia atau satu jiwa sama
dengan menghidupkan seluruh manusia atau seluruh jiwa.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar