Jumat, 28 Juni 2013

Menghidupkan Satu Jiwa Menghidupkan Seluruh Jiwa

 




مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ (المائدة: 32).
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi (QS. Al-Maidah: 32).
Inilah salah satu ayat dalam Alquran yang sangat tegas melarang pelbagai macam bentuk aksi kekerasan, khsususnya aksi kekerasan dalam bentuk aksi terorisme yang kerap memakan korban dari orang-orang yang tidak bersalah. Bahkan tak sedikit umat Islam yang juga menjadi korban aksi berdarah tersebut.
Dalam kitab tafsir Mafatihul Ghayib, Imam Ar-Razi memberikan penafsiran menarik terhadap ayat di atas. Menurut beliau, orang yang melakukan pembunuhan sesungguhnya telah dikuasai oleh hawa nafsu dan amarah hingga potensi kesalahan atau ketaatan yang ada dalam dirinya raib dan digantikan oleh hawa nafsu.
Oleh karenanya, masih menurut Ar-Razi, orang yang membunuh satu orang sesungguhnya ia juga mempunyai potensi untuk membunuh semua orang. Pun demikian sebaliknya, orang yang bisa menjaga kehidupan satu orang juga mempunyai kemampuan untuk menjaga kehidupan semua orang. Hal ini tak lain karena seluruh manusia secara esensi hakikatnya adalah satu dan sama.
Sebagaimana disampaikan, ajaran yang terkandung dalam ayat Alquran di atas telah diturunkan kepada Bani Israil melalui Nabi utusan Allah kepada mereka, yaitu Nabi Musa AS. Ajaran tersebut juga harus dilakukan oleh umat Islam. Karena sesuai dengan kaidah ushul fikih yang disepakati oleh ulama, syariatu man qablana syar’un lana (sebagian dari syariat umat terdahulu menjadi syariat bagi kita).
***
Hari ini, 12 Oktober 2012, genap 10 tahun dari serangan teroris paling akbar yang terjadi di Indonesia, yaitu Bom Bali I yang memakan korban jiwa sebanyak 202 dan korban luka 209, termasuk di antara korbannya adalah umat Islam sendiri. Aparat keamanan dan pihak-pihak terkait lain dapat dikatakan cukup berhasil dalam upaya pemberantasan jaringan terorime. Hal ini mengacu kepada keberhasilan dalam meringkus, menangkap dan membawa para teroris di Indonesia ke meja pengadilan—termasuk para pelaku Bom Bali I—. Bahkan tokoh-tokoh utama kelompok teroris di Indonesia, seperti Azhari, Noordin M Top dan Dulmatin, pun berhasil dilumpuhkan.
Apakah ini berarti Indonesia aman dari ancaman terorisme? Tentu saja jawabannya tidak. Terorisme masih jauh dari kata selesai, baik dalam konteks nasional maupun dalam konteks global. Penangkapan sejumlah orang di Solo dan sekitarnya menjadi salah bukti terkini sengitnya perang melawan terorisme. Bahkan terorisme mulai melibatkan anak-anak muda yang masih berusia belasan tahun. (Kompas, 25/09).
Kini terorisme justru menjadi ancaman yang lebih serius bagi bangsa Indonesia. Aksi terorisme mengalami perubahan yang sangat fundamental. Khususnya pascameninggalnya tokoh-tokoh utama terorisme. Terorisme bergerak seperti sel, dalam suatu jaringan tanpa adanya ikatan rantai komando yang tegas.
***
Di sinilah pentingnya kembali kepada khazanah keislaman dalam upaya melawan kejahatan jaringan terorisme. Islam anti terhadap terorisme dalam bentuk apapun karena Islam sangat memerhatikan perdamaian, bukan menganjurkan pada kekerasan seperti yang dilakukan para teroris.
Secara kebahasaan, Islam mengandung makna as-salamatu wa as-salam yang bermakna keselamatan dan perdamaian. Hal ini bisa dijadikan sebagai dilalah (petunjuk) bahwa keselamatan dan perdamaian merupakan salah satu visi utama dari ajaran Islam di muka bumi.
Allah berfirman dalam Alquran,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107).
Dan tidak Aku utus engkau (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.
Para ulama menjadikan ayat di atas sebagai landasan untuk mengukuhkan pesan universal yang dibawa oleh Islam mengingat ayat di atas menggunakan istilah lil ‘alamin (alam semesta), bukan lil muslimin (orang-orang Islam) atau lil mu`minin (orang-orang beriman). Dengan demikian, kerahmatan Islam ditujukan kepada seluruh makhluk di dunia, mulai dari manusia yang berakal budi hingga benda-benda mati sekalipun. Karena semua makhluk yang ada merupakan bagian dari alam semesta ini.
Pun demikian, Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga kehidupan, bukan mengakhiri kehidupan—seperti dilakukan oleh mereka yang melakukan bom bunuh diri. Dalam pandangan Islam, kehidupan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada semua makhluk yang bernyawa di mana anugerah ini tak dapat ditiru atau diakhiri oleh siapa pun selain Allah. Itu sebabnya Islam melarang keras perbuatan bunuh diri atas nama apapun karena melakukan bunuh diri sama dengan menyia-nyiakan anugerah kehidupan dari Allah.
Begitu juga, Islam sangat menekankan akan pentingnya kepatuhan kepada Allah, Rasul dan negara (athi’ullah, wa athi’urasula wa ulil amri minkum, QS. An-Nisa’: 59), bukan justru memusuhi negara seperti yang dilakukan oleh para teroris. Dan inilah yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW dalam komunitas Madinah dengan membentuk perjanjian bersama seluruh penduduk kota. Di kalangan para ahli, perjanjian ini dikenal dengan istilah Piagam Madinah (Miytsaqul Madinah) yang menjadi rujukan Nabi dan penduduk Madinah dalam kehidupan bernegara, sebagaimana Alquran menjadi rujukan umat Islam dalam kehidupan keagamaan.
Sejumlah ajaran yang dibawa oleh Islam tak dapat dilepaskan dari nilai-nilai sebagaimana telah disebutkan di atas, baik ajaran yang bersifat ibadah-ritual seperti shalat dan puasa, akhlak-sosial seperti mengabdi kepada orang tua, guru dan negara atau bahkan hal-hal yang bersifat keimanan seperti beriman kepada Allah, para Nabi, dan kitab-kitab suci Allah. Ajaran-ajaran tersebut dimaksudkan agar dilakukan oleh umat Islam selama hidupnya, dalam kehidupan bernegara yang aman, damai dan tenteram.
Inilah kurang lebih substansi dari Doa Sapu Jagad yang diabadikan dalam Alquran, rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah (Tuhan, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). Doa ini menekankan secara eksplisit akan pentingnya keseimbangan antara kehidupan di dunia dan di akhirat, bukan justru mengorbankan salah satu dari keduanya; mengabaikan kehidupan dunia demi akhirat atau sebaliknya, mengabaikan kehidupan akhirat demi kehidupan dunia.
Para teroris bagaikan telah membunuh seluruh umat mansia. Mengingat mereka telah membunuh orang-orang yang tidak bersalah sebagai akibat dari aksi teror yang mereka lakukan. Apalagi para teroris juga telah menciptakan kerusakan di muka bumi (fasadan fil ardh) melalui rakitan bom (apalagi bom bunuh diri) yang menghancurkan segala yang ada di dekatnya.
Oleh karenanya, semua kita, khususnya umat Islam berkewajiban untuk menghindari kejahatan seperti yang dilakukan oleh para teroris dan dikecam oleh ayat Alquran di atas (QS. Al-Maidah: 32). Sebaliknya, kita semua harus mengamalkan apa yang ditekankan oleh bagian terakhir dari ayat di atas, yaitu menjaga kehidupan ini, karena menjaga kehidupan satu manusia atau satu jiwa sama dengan menghidupkan seluruh manusia atau seluruh jiwa.

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar