Kamis, 29 Agustus 2013

Jejak Kisah Cinta dalam Peradaban Islam



Salah satu kata yang akan abadi diperbincangkan adalah cinta. Bertambahnya waktu tidak membuat kata ini pudar pesonanya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kehidupan alam semesta saat kini dimungkinkan oleh cinta. Setiap orang berapapun umurnya dan apapun warna kulitnya tak pernah bungkam membicarakan cinta. Lantas apa itu cinta?

Sudah banyak karya maestro-maestro dunia yang mencoba mendedahkan makna cinta. Namun tampaknya dari sekian banyak konseptualisasi cinta, mayoritas sepakat bahwa pembicaraan tentang cinta dapat dibagi dua; cerita cinta semu dan kisah cinta sejati. Cinta semu hanya menonjolkan aspek biologis semata. Sehingga tidak mengherankan jika perbincangan tentang cinta dalam kategori ini akan cepat berhenti dan akan terus berulang lantaran dalam hal ini cinta mengalami penyempitan makna. Berbeda ketika orang membicarakan cinta sejati yakni cinta yang membangun, menginspirasi, sehingga menggairahkan orang untuk terus berbuat kebaikan dan meraih prestasi. Cinta seperti inilah yang dicoba penulis muda Salim A Fillah tawarkan dalam karyanya yang berjudul Jalan Cinta Para Pejuang.

Buku ini berisi kisah-kisah cinta yang terabadikan dalam peradaban Islam. Salah satu di antaranya adalah cerita romansa yang dijalani Layla dan Majnun. Di antara para pejuang cinta kisah klasik sangatlah masyhur. Kecintaan pada pasangannya yang begitu lengket membuat mereka terjebak dalam kegilaan bahkan ada yang menyebutkan keduanya menjelma menjadi seorang yang majnun (gila). Jalan cinta semacam ini kerap terduplikasi oleh generasi-generasi di era kapanpun. Sekarang misalnya kita tidak asing lagi dengan berita orang nekad menenggak racun karena cintanya tertolak.

Ada juga kisah cinta lain yang mengambil dari  sirah nabawiyyah (cerita nabi) dan para sahabat atau orang-orang yang sezaman dan hidup bersama nabi Muhammad. Di antara kisah yang disuguhkan dalam karya Salim A Fillah dalam kategori ini adalah kisah Hamzah yang rela menunda kesenangan di malam pertama dengan istrinya hanya demi mengutamakan perang di jalan Allah. Kisah-kisah dari para khulafa al Rasyidin dan para syuhada lainnya menjadi fokus utama lantaran dimensi insiratifnya. Jadi sembari membaca buku tentang kisah dan cerita cinta, wawasan sejarah peradaban Islam pembaca juga akan bertambah.

Gaya bahasa yang tersusun mengalir dan apik adalah kekuatan karya yang berjudul Jalan Cinta Para Pejuang. Kisah-kisah yang disuguhkan pun jauh dari nuansa bertele-tele. Artinya format cerita pendek menjadi model dalam penulisan cerita. Tentu saja pembaca akan semakin dimanjakan lantaran format cerpen akan membuat pembaca tidak “lelah” dalam menemukan inti cerita di setiap penggalan kisah yang disampaikan.

Tampaknya pesan penting yang ingin di sampaikan oleh Salim A Fillah ada dalam penggalan kata-kata berikut “Jika kita menghijrahkan cinta; dari kata benda menjadi kata kerja maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraph sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta; dari jatuh cinta menuju bangun cinta maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga”. 


Sumber: Lazuardi Birru


Tidak ada komentar:

Posting Komentar