Sebagaimana sudah kita pahami, secara harfiyah, dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan
yang artinya panggilan, seruan atau ajakan. Maksudnya adalah mengajak
dan menyeru manusia agar mengakui Allah SWT sebagai Tuhan yang benar
lalu menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan-Nya yang
tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, target dakwah
adalah mewujudkan sumber daya manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT
dalam arti yang seluas-luasnya.
Untuk mewujudkan
masyarakat yang rukun, damai dan toleran, para da’I memiliki peran yang
sangat penting. Karena itu ada pedoman dakwah yang bisa dijadikan
sebagai rujukan.
1. Menanamkan Prinsip Perbedaan Agama Tanpa Permusuhan.
Menanamkan prinsip bahwa agama
itu berbedaan antara satu dengan lainnya merupakan hal yang sangat
penting, sehingga jangan sampai hanya dengan maksud menciptakan
perdamaian dan toleransi antarumat beragama kita menganggap apalagi
sampai meyakini dan mengkampanyekan bahwa “semua agama sama, sama-sama
baik”, ini merupakan hal yang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Dakwah
harus menanamkan kepada manusia bahwa Islam merupakan satu-satunya
agama yang benar. Karena itu, tertolak dihadapan Allah SWT bila
seseorang memilih agama selain Islam, ini merupakan keyakinan yang tidak
bisa ditawar-tawar, Allah SWT berfirman: Barangsiapa mencari agama
selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS Ali
Imran [3]:85)
2. Tidak Mencela Tuhan dan Konsep Agama Lain.
Dalam dakwah kita tidak
dibenarkan menghina sesembahan selain Allah dan konsep agama yang
dilakukan oleh orang yang didakwahi, hal ini hanya akan menyebabkan
orang menjadi tersinggung perasaannya, meskipun ia tahu bahwa apa yang
disembahnya merupakan sesuatu yang salah, Allah SWT berfirman: Dan
janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu
dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. Al An’am [6]:108).
3. Tidak Memaksa Pemeluk Agama Lain Untuk Masuk Islam.
Bila manusia telah memilih
atau menganut suatu agama berdasarkan keyakinannya, maka meskipun kita
sangat ingin agar ia masuk Islam, tetap saja kita tidak dibenarkan untuk
memaksanya untuk masuk Islam, Allah SWT berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat (QS Al Baqarah [2]:256).
Manakala seseorang sudah masuk
Islam, untuk melaksanakan ajaran Islam sebenarnya bukan dipaksa, tapi
harus disiplin dalam berislam dan untuk bias disiplin itu kadangkala
terasa ada unsure pemaksaan, pada hal itu hanyalah konsekuensi dan itu
berlaku dalam segala hal.
4. Memberikan Hak Beribadah Kepada Penganut Agama Lain.
Masyarakat yang plural
bukanlah masyarakat yang bingung tanpa keyakinan yang jelas, karena itu
dalam perkara ubudiyah atau peribadatan tidak bias dicampur-campur,
masing-masing penganut agama harus menjalankan peribadatan menurut
keyakinannya masing-masing. Rasulullah saw juga pernah diajak untuk
menjalankan peribadatan bersama dengan orang-orang kafir, namun dengan
tegas diarahkan oleh Allah SWT untuk tidak dipenuhi keinginan atau
ajakan itu sebagaimana firman-Nya: Katakanlah: “Hai orang-orang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukku lahagamaku” (QS Al Kafirun [109]:1-6).
5. Menekankan Kembali Pada Al-Qur’an dan Sunnah Pada Umat Islam.
Pluralitas pada internal umat
Islam juga terjadi, mulai dari adat istiadat yang melatarbelakanginya
sampai pada perbedaan mazhab dan pemikiran. Selama keragaman itu
didasari oleh dasar hukum dan nilai di dalam ajaran Islam, maka
perbedaan pendapat itu bisa diterima. Oleh karena itu, setiap kali ada
perbedaan pendapat, seharusnya kaum muslimin mau mengembalikan atau
merujuknya kepada Al-Qur’an dan Hadis sambil melepaskan nilai-nilai
traidisi yang selama ini dipegang erat atau pendapat yang tidak benar
namun sudah terlanjur dianut, Allah SWT berfirman : Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulul amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An Nisa [4]:59).
6. Menegakkan Prinsip Keadilan
Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, hubungan antarumat beragama dengan sukunya yang beragam
harus berlangsung sebaik mungkin, karena itu amat ditekankan untuk
menegakkan keadilan sehingga para da’i harus menekankan kepada jamaah
agar ketidaksukaan kita kepada penganut agama atau suku lain sampai
membuat kita tidak berlaku adil, Allah SWT berfirman: Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Maidah [5]:8).
Dalam suatu kasus, seorang
yang mengaku mukmin pada masa Nabi padahal hakikatnya adalah munafik
bersengketa dengan orang Yahudi. Si mukmin ini mengusulkan agar dicari
penengah dan ketika si munafik itu mengusulkan Rasulullah yang jadi
penengah ia setuju saja. Tapi setelah diputuskan oleh Rasul bahwa ia
yang salah, si munafik itu tidak menerima keputusan, ia pun bersengketa
lagi lalu mengusulkan Umar bin Khattab yang jadi penengah, si Yahudi
menerimanya. Setelah mendengar penjelasan dan mengetahui apa keputusan
Rasul, maka si munafik itu kemudian dibunuh oleh Umar karena ia terbukti
telah mengkhianati Rasul. Di situlah nampak betapa Rasul berlaku adil,
meskipun terhadap orang Yahudi.
Dari pokok-pokok pikiran di
atas, nampak sekali betapa penting peran para da’i atau muballigh dalam
upaya membangun kehidupan yang toleran antar umat yang beragam tanpa
harus mengabaikan identitas keislaman.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar