Jihâd secara bahasa berasal dari kata kerja ja-ha-da yang berarti jadda, bersungguh-sungguh dan bekerja keras. Jihâd juga berarti bekerja dengan sungguh-sungguh hingga mencapai hasil yang optimal. Al-Qur`an menyebut istilah jihâd dengan segala perubahan bentuknya sebanyak 36 kali. Melalui ayat-ayat jihâd pada beberapa surah tersebut Al-Qur`an menjelaskan makna jihâd dengan konteks pembahasan yang beragam, namun semuanya menjelaskan bahwa jihâd menurut Al-Qur`an adalah perjuangan untuk mewujudkan al-salâm,al-salâmah,al-shalâh dan al-ihsân, yaitu
perjuangan untuk mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, dan perbaikan
kualitas hidup kaum Muslimin sesuai dengan ajaran Al-Qur`an. Perjuangan
untuk mewujudkan pesan perdamaian Al-Qur`an ini dinamakan jihâd fî sabîlillâh atau perjuangan pada jalan Allah.
Jihad pada jalan Allah dapat dilakukan
dengan dua cara.Pertama dengan perang melawan musuh-musuh Allah. Kedua,
dengan memperbaiki kualitas sosial kaum Muslimin seperti: (1) Perjuangan
untuk melindungi dhu’afa dari kekufuran, kefakiran, kemiskinan, dan
ketertinggalan. (2) Mendorong kaum muslimin untuk mengamalkan agama
dengan sebaik-baiknya. (3) Membangun sarana dan prasarana dakwah,
pendidikan, pusat penelitian dan pengembangan sains dan teknologi. (4)
Membangun kualitas hidup kaum muslimin agar menjadi umat yang cerdas
secara intelek, emosi, dan spiritual. (5) Mendorong umat agar peduli
terhadap masalah-masalah sosial dan kemanusiaan guna mewujudkan
perdamaian bagi seluruh umat. (6) Menyadarkan umat tentang perlunya
menjaga kesehatan secara kuratif, preventif dan promotif, agar umat
Islam menjadi komunitas yang sehat dan memiliki SDM yang unggul.
Al-Qur`an membimbing kaum Muslimin
menjadi umat cinta damai, bahkan menjadi pejuang perdamaian; namun
Al-Qur`an pun Muslimin membolehkan kaum Muslimin untuk memerangi siapa
saja yang tidak memiliki niat baik untuk berdamai. Perang menurut
Al-Qur`an itu merupakan pilihan paling akhir, pintu darurat yang hanya
diizinkan apabila kaum Muslimin dizalimi, dan diperlakukan tidak adil.
Oleh sebab itu, perang hanya diizinkan untuk membela diri, melindungi
kaum dhu’afa dan membela hak-hak kaum tertindas dengan tata cara dan
etika perang yang profesional, santun dan ramah dengan tidak melampaui
batas (QS. Al-Baqarah/2: 190). Kaum Muslim bukan aggressor.
Cinta damai dan bersedia berdamai dengan siapa saja, tetapi memiliki
harga diri. Jika dizalimi akan bangkit untuk membela diri, termasuk
dengan perang. Perang merupakan alternatif terakhir dan jihad bukan
hanya dengan perang.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar