Minggu, 03 November 2013

Jihad

Jihâd secara bahasa berasal dari kata kerja ja-ha-da yang berarti jadda, bersungguh-sungguh dan bekerja keras. Jihâd juga berarti bekerja dengan sungguh-sungguh hingga mencapai hasil yang optimal. Al-Qur`an menyebut istilah jihâd dengan segala perubahan bentuknya sebanyak 36 kali. Melalui ayat-ayat jihâd pada beberapa surah tersebut Al-Qur`an menjelaskan makna jihâd dengan konteks pembahasan yang beragam, namun semuanya menjelaskan bahwa jihâd menurut Al-Qur`an adalah perjuangan untuk mewujudkan al-salâm,al-salâmah,al-shalâh dan al-ihsân, yaitu perjuangan untuk mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, dan perbaikan kualitas hidup kaum Muslimin sesuai dengan ajaran Al-Qur`an. Perjuangan untuk mewujudkan pesan perdamaian Al-Qur`an ini dinamakan jihâd fî sabîlillâh atau perjuangan pada jalan Allah.

Jihad pada jalan Allah dapat dilakukan dengan dua cara.Pertama dengan perang melawan musuh-musuh Allah. Kedua, dengan memperbaiki kualitas sosial kaum Muslimin seperti: (1) Perjuangan untuk melindungi dhu’afa dari kekufuran, kefakiran, kemiskinan, dan ketertinggalan. (2) Mendorong kaum muslimin untuk mengamalkan agama dengan sebaik-baiknya. (3) Membangun sarana dan prasarana dakwah, pendidikan, pusat penelitian dan pengembangan sains dan teknologi. (4) Membangun kualitas hidup kaum muslimin agar menjadi umat yang cerdas secara intelek, emosi, dan spiritual. (5) Mendorong umat agar peduli terhadap masalah-masalah sosial dan kemanusiaan guna mewujudkan perdamaian bagi seluruh umat. (6) Menyadarkan umat tentang perlunya menjaga kesehatan secara kuratif, preventif dan promotif, agar umat Islam menjadi komunitas yang sehat dan memiliki SDM yang unggul.

Al-Qur`an membimbing kaum Muslimin menjadi umat cinta damai, bahkan menjadi pejuang perdamaian; namun Al-Qur`an pun Muslimin membolehkan kaum Muslimin untuk memerangi siapa saja yang tidak memiliki niat baik untuk berdamai. Perang menurut Al-Qur`an itu merupakan pilihan paling akhir, pintu darurat yang hanya diizinkan apabila kaum Muslimin dizalimi, dan diperlakukan tidak adil. Oleh sebab itu, perang hanya diizinkan untuk membela diri, melindungi kaum dhu’afa dan membela hak-hak kaum tertindas dengan tata cara dan etika perang yang profesional, santun dan ramah dengan tidak melampaui batas (QS. Al-Baqarah/2: 190). Kaum Muslim bukan aggressor. Cinta damai dan bersedia berdamai dengan siapa saja, tetapi memiliki harga diri. Jika dizalimi akan bangkit untuk membela diri, termasuk dengan perang. Perang merupakan alternatif terakhir dan jihad bukan hanya dengan perang.

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar