Secara harfiyah, kafir berasal dari kata kafara
yang artinya menutup, yakni menutup hati dari keimanan dan ketundukan
kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang benar. Orang yang bersikap kufur
kepada Allah dalam arti tidak mengakui Allah SWT sebagai Tuhan yang
benar disebut dengan kafir. Sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kekufuran merupakan sesuatu yang tidak disukai Allah SWT, karenanya Dia
tidak suka kepada orang yang kafir, Allah SWT berfirman:
“Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika
kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
kafir”. (QS Ali Imran [3]:32).
Sejak awal misi dan dakwahnya,
Rasulullah SAW selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT agar memiliki
sikap yang tegas terhadap orang-orang kafir dalam memegang
prinsip-prinsip keislaman, bahkan ketegasan ini tidak hanya harus
dimiliki oleh seorang Nabi, tapi juga oleh setiap muslim yang menjadi
pengikut Nabi dan pelanjut risalahnya. Karena itu, kaum muslimin harus
menunjukkan loyalitas (kesetiaan) kepada sesama muslim, bukan kepada
orang kafir, meskipun ia saudara sendiri dari sisi hubungan darah. Allah
SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu
pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas
keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka
pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS At
Taubah [9]:23).
Agar kita tidak termasuk orang yang
setia kepada orang kafir, perlu kita pahami apa saja bentuk-bentuk
kesetiaan pada orang kafir itu. Paling tidak, ada empat bentuk kesetiaan
pada orang kafir yang bisa kita rujuk kepada Al-Qur’an dan Al Hadits.
1. Menyerupai Sikap dan Tingkah Laku Kekafiran.
Menyerupai orang kafir dalam sikap dan
tingkah laku yang bertentangan dengan Islam membuat seorang muslim
termasuk ke dalam golongan orang kafir, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka (HR. Abu Daud).
Menyerupai hal-hal yang dilakukan orang kafir namun tidak bertentangan dengan ajaran Islam tidaklah termasuk dalam kategori tasyabbuh
atau meniru-niru mereka, misalnya orang kafir pakai jas dan dasi, tidak
mengapa orang Islam menggunakannya juga. Namun bila orang kafir baik
lelaki maupun wanitanya membuka aurat lalu kaum muslimin menirunya, maka
inilah namanya meniru-niru mereka sehingga hal itu termasuk setia
kepada mereka, begitulah seterusnya dalam segala hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai akidah, syari’ah dan akhlak yang bertentangan dengan
Islam, meskipun mereka yang kafir itu bukan dari barat.
2. Menjadikan Teman Kepercayaan
Menjadikan orang kafir sebagai teman
kepercayaan membuat mereka dijadikan sebagai tempat untuk konsultasi
guna membantu memecahkan persoalan umat Islam yang membuat dibocorkannya
rahasia umat Islam kepada mereka, padahal mereka membenci umat Islam,
sehingga bisa jadi solusi atau pemecahan masalah yang diberikannya
justeru akan merusak umat Islam. Karena itu jangan sampai seorang muslim
menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan apalagi dikalangan
muslim sebenarnya ada yang mampu dan lebih pantas menjadi teman
kepercayaan, Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang apa yang menyusahkan kamu.
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan
oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu
ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. (QS Ali Imran [3]:118).
Mengawali komentarnya terhadap ayat di
atas, Quraish Shibab dalam tafsirnya menyatakan: Harta dan kecantikan
atau ketampanan, apalagi bila ditawarkan kepada seseorang dapat
menjerumuskannya. Orang-orang kafir tidak segan-segan menggunakan
keduanya untuk menarik hati kaum muslim, sehingga daya tarik itu
melahirkan persahabatan yang sedemikian kental sampai-sampai
rahasia-rahasia yang tidak sewajarnya diketahui pihak lainpun dibocorkan
kepada mereka yang bermaksud buruk itu.
3. Memuji Kemajuan yang Mereka Capai.
Dalam perkara duniawi kita akui bahwa
orang-orang kafir apalagi pada zaman sekarang memperoleh kemajuan yang
luar biasa, khususnya dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini
membuat mereka termasuk dalam menata kehidupan di negerinya bisa
berwujud pada keteraturan dan kedisiplinan yang serba otomatis dengan
daya dukung teknologi itu. Hal ini memang membuat umat manusia menjadi
kagum kepada mereka sehingga tidak sedikit dari kaum muslimin yang
menunjukkan kekaguman itu secara berlebihan hingga memuji mereka
“setinggi langit”, padahal banyak aspek kehidupan mereka yang lebih
prinsip dan berharga sebagai manusia justeru mengalami kehancuran.
Loyalitas umat Islam terhadap orang
kafir sampai ditunjukkan dalam bentuk pujian yang tidak berdasar seperti
kalimat “mereka sudah Islam, hanya belum bersyahadat”. Pujian seperti
ini membuat umat Islam lainnya menjadi minder sebagai muslim, padahal
sebenarnya hal itu hanya kemajuan dan kenikmatan yang kecil, Allah SWT
berfirman:
“Dan janganlah kamu tujukan kedua
matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami coba mereka dengannya.
Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Thaha
[20]:131).
Ayat di atas menyebutkan bahwa kemajuan
yang mereka capai itu seperti bunga kehidupan, sebagaimana bunga yang
hanya beberapa saat mekar dan indah, lalu setelah itu habis, kesemua itu
sebenarnya untuk menguji kaum muslimin, apalagi sebenarnya umat Islam
juga bisa mencapai ilmu dan teknologi sebagaimana yang mereka capai,
bahkan lebih hebat dari itu.
4. Memintakan Ampun bagi Mereka
Bentuk loyalitas muslim terhadap orang
kafir yang juga sangat tidak dibenarkan adalah memohonkan ampun untuk
mereka, padahal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan, karena
tidak ada ampunan untuk orang yang mati dalam kemusyrikan. Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa
selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.” (QS An Nisa [4]:116).
Karena Allah SWT tidak akan mengampuni
orang kafir dengan sebab kemusyrikannya, maka seorang muslim, bahkan
termasuk Nabi tidak boleh berdo’a memintakan ampun bagi mereka meskipun
mereka adalah anggota keluarga kita sendiri, apalagi bila sudah
meninggal dunia. Allah SWT berfirman:
“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik
itu adalah penghuni neraka jahannam”. (QS At Taubah [9]:113).
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi
kita bahwa loyalitas kepada kaum muslimin harus kita tunjukkan,
sedangkan kepada orang kafir harus kita hindari, namun bukan berarti
kita tidak boleh bergaul dengan mereka, pergaulan kita dengan
orang-orang kafir hanyalah sebatas hubungan kemanusiaan, itupun tidak
sampai melanggar ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar