Jumat, 19 April 2013

GUS DUR


 

Gus Dur adalah panggilan akrab K.H. Abdurrahman Wahid. Ia adalah anak pertama dari K.H. Abdul Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pada tahun 1952. Gus Dur keturunan ulama terkenal dari Jombang, Jawa Timur, K.H. Hasyim Asy’ari, ayahanda KH Abdul Wahid Hasyim. K.H. Hasyim Asy’ari adalah pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur; dan juga pendiri Jam’iyyah, —organisasi kemasyarakat— Nahdlatul Ulama, disingkat NU, pada tahun 1926. K.H. Hasyim Asy’ari dipanggil Hadhratus Syaikh, yang berarti Tuan Guru yang mulia. Panggilan ini merupakan tahrîman, penghormatan para kyai dan santri kepada seorang ulama yang dianggap sebagai guru besar mereka. Hadhratus Syaikh merupakan panggilan khusus bagi Mbak Hasyim, sedangkan Gus merupakan panggilan kehormatan bagi putra seorang kyai yang disegani oleh para santri dan masyarakat; sedangkan Dur adalah panggilan keseharian Abdurrahman. Tidak hanya K.H. Abdurrahman Wahid yang dipanggil Gus, tetapi juga K.H. Mustafa Bisri yang dipanggil Gus Mus, dan K.H. Hamim Jazuli yang dipanggil Gus Miek.

Gus Dur yang nama aslinya Abdurrahman ad-Dakhil termasuk anak yatim. Ayahnya wafat di Cimahi, Bandung, setelah mobil yang dinaikinya tabrakan maut pada 1952. Gus Dur satu-satunya penumpang yang selamat dalam kecelakaan tersebut. Gus Dur mengikuti pendidikan di pesantren. Kuliah di Universitas Bagdad dan Universitas Al-Azhar Cairo. Gus Dur pernah menjadi dosen di Universitas Darul Ulum Jombang; menjadi pengurus NU hingga terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NU tahun 1984. Gus Dur dikenal sebagai kyai yang berwawasan luas. Penulis produktif, pengamat politik dan sosial; budayawan, pengamat sepak bola, tokoh penggiat gerakan demokrasi dan toleransi beragama. Pandangan keislaman Gus Dur mendahului zamannya, bahkan tidak sejalan dengan pandangan ulama NU yang menjadi basis sosial politiknya. Oleh kalangan bawah NU, Gus Dur diyakini sebagai waliyullah. Gus Dur menganjurkan umat Islam Indonesia membumikan Islam; antara lain dengan mengganti ucapan “Assalamu’alaikum” dengan Selamat Pagi, Selamat Siang atau Selamat Malam. Gus Dur bersama tokoh cendekiawan Muslim seperti Nurcholish Madjid pada 1997 meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah gerakan pro demokrasi yang menghendaki perubahan makin meluas di seluruh wilayah Indonesia. Setelah Orde Baru jatuh pada 1998, Gus Dur mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa dan terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4 menggantikan BJ. Habibie. Gus Dur wafat pada 2009 dan dimakamkan di Jombang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar