Sabtu, 06 Juli 2013

DRAJAT, SUNAN

Sunan Drajat nama dirinya adalah Raden Qasim. Ia putra Sunan Ampel buah perkawinannya dengan Nyi Ageng Manila. Sunan Ampel memiliki lima orang putri-putri. Siti Muntosiyah, yang menjadi isteri Sunan Giri; Raden Qasim, Sunan Bonang, seorang putri yang menjadi isteri Sunan Kalijaga, dan Nyi Ageng Maloka yang menjadi isteri Raden Fatah. Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah putra Maulana Malik Ibraim.

Sunan Drajat mendapat perintah dari ayahnya, Raden Fatah, untuk berda’wah di sebelah Barat Gresik.  Beliau berangkat menuju desa yang dituju, tepatnya di Dusun Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di tempat ini beliau membuka hutan, kemudian mendirikan pesantren yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, lembaga da’wah dan lembaga pengembangan masyarakat desa.
Metode da’wah Sunan Drajat sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang, yakni da’wah dengan menggunakan media utamanya lagu-lagu Jawa. Metode da’wah dengan tembang-tembang Jawa ini sangat efektif, karena penduduk setempat menyenangi tembang yang lembut dan menyentuh kalbu. Sunan Drajat menampilkan wajah Islam yang lembut dan bernuansa kebudayaan Jawa. Inilah salah satu kunci sukses da’wah Islam para wali di tanah Jawa.

Filosofi da’wah Islam Sunan Drajat berdiri di atas empat pilar. (1) Berilah tongkat kepada orang yang buta; (2) Berilah makan kepada orang yang lapar; (3) Berilah pakaian kepada orang yang telanjang; dan (4) Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan. Dengan empat pilar ini, Sunan Drajat memadukan da’wah bil lisan dengan da’wah bil hal. Beliau, bahkan lebih menekankan da’wah bil hal dengan menggerakkan pemberdayaan masyarakat. Sunan Drajat pun menjadi anggota Dewan Wali yang dipimpin oleh Sunan Bonang. Beliau ikutu menggagas pendirian Masjid Agung Demak yang monumental. Sunan Drajat dimakamkan di Desa Drajat, Kecamatan Pancirann, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Kini, makam Sunan Drajat menjadi salah satu pusat ziarah Walisongo yang terus dikunjungi kaum Muslimin untuk memanjatkan doa, sekaligus mengambil pelajaran dari metode da’wahnya yang bernuansa budaya dan berbasis pemberdayaan masyarakat.

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar